Kamis, 09 Desember 2010

Spesies Bakteri Baru di Puing Titanic

AP/Premier Exhibitions, Inc.
Bangkai kapal Titanic.
KOMPAS.com — Sebuah mikroba jenis baru ditemukan di bangkai kapal pesiar mewah RMS Titanic yang tenggelam di dasar Samudra Atlantik pada 1912. Spesies baru ini dinamai Halomonas titanicae dan termasuk dalam genus Halomonas, yaitu kelompok bakteri yang hidup di lingkungan bergaram.
Sampel bakteri ini diambil dengan menggunakan robot selam Mir 2 pada 1991. Bakteri ini ditemukan pada lelehan karat besi kapal yang berbentuk mirip tetesan air yang membeku.
Menurut BBC News, Senin (6/12/2010), temuan ini dipublikasikan dalam Jurnal Internasional Sistematika dan Evolusi Mikrobiologi oleh gabungan peneliti dari Universitas Dalhousie dan Pusat Sains Ontario di Kanada serta Universitas Seville, Spanyol. (MZW)
Kompas Cetak

Sisik, rahasia kecepatan sang predator

Sisik, rahasia kecepatan sang predator
Marinebio
 
Sisik yang menyelimuti tubuh membuat hiu menjadi pemburu yang hebat. Demikian hasil sebuah penelitian yang baru-baru ini dilaporkan.

Tubuh hiu diselubungi oleh sisik fleksibel yang nyaris tak kasat mata. Sisik itu memiliki materi yang sama dengan materi pembuat gigi hiu. "Fungsi sisik adalah sebagai 'baju baja' sekaligus membantu membuat hiu bergerak melesat," jelas Amy Lang, insinyur aerospace dari University of Alabama.

Penelitian sebelumnya mendapati kalau hiu bisa menggerakkan sisiknya untuk mengubah arah secara mendadak pada saat bergerak dengan kecepatan tinggi. Penelitian kali ini mendapati kalau hiu tidak menggerakkan sisiknya sendiri. Sisik hiu itu tidak menempel langsung pada tubuh, tapi dihubungkan dengan otot yang seperti karet. Sisik hiu bergerak karena gerakan air di sekitar sisik, membuat tubuh hiu semakin aerodinamis.

Lang meneliti hiu bersama para ahli biologi. Spesies hiu yang ditelitinya adalah Isurus oxyrhincus, salah satu hiu paling cepat dan kuat di laut. Spesies ini bahkan bisa melompat setinggi 12 meter dari permukaan air.

Berdasarkan penelitian di lab menggunakan komputer, tim mendapati sisik hiu bervariasi dalam bentuk, ukuran, dan fleksibilitas. Sisik di belakang insang, misalnya, memiliki bentuk yang paling runcin dan paling mudah bergerak. "Sisik di situ bisa bergerak pada sudut 60 derajat bahkan lebih," kata Lang. Sisi inilah yang teraliri arus air pada saat hiu bergerak.

"Evolusi kecepatan dan kekuatan hiu yang sudah 400 juta tahun lebih itu bisa jadi inspirasi bagi para desainer mesin-mesin bergerak, seperti pesawat," ujar Lang.

Sumber: National Geographic

Ikan tanpa mata dari Papua

Ikan tanpa mata dari Papua
Handout/Kompas.com
 
Ikan tak bermata ditemukan di sebuah gua di Papua dalam rangkaian ekspedisi penelitian gua, sungai bawah tanah dan hutan belantara.

Ikan tanpa mata itu merupakan sebuah spesies baru. Selain tanpa mata, ikan tersebut juga tidak berwarna karena tidak memiliki pigmen."Ikan ini, sepengetahuan kami, merupakan jenis ikan gua pertama yang ditemukan di wilayah Papua," kata Laurent Pauyaud ilmuwan dari tim peneliti melakukan ekspedisi. 

Tim peneliti berasal dari Institute Research and Development (IRD) asal Montpellier, Prancis. Ekspedisi tersebut dilakukan di wilayah Lengguru, bagian selatan wilayah leher burung Papua. "Ada banyak hal yang harus diselesaikan di daerah itu, daerah yang sangat sulit untuk diakses tetapi memiliki keragaman hayati yang mengagumkan," kata Pouyaud dilansir AFP, Jumat (26/11).

Para ilmuwan, yang terdiri dari biolog, paleontolog dan arkeolog, menelusuri wilayah penelitian tersebut selama tujuh minggu. Wilayah itu dikatakan merupakan labirin tanah kapur yang memungkinkan spesies yang tinggal terisolasi selama jutaan tahun.. 

Para arkeolog juga terpesona oleh temuan lukisan di dinding gua yang dibuat dari alat berbahan cangkang hewan. Temuan tersebut bisa menjadi bukti adanya migrasi orang-orang Asia ke Australia sekitar 40.000 tahun yang lalu. 

Penelitian ini merupakan langkah pertama dari sebuah proyek yang direncanakan akan mempelajari keragaman hayati di wilayah Indonesia. Riset tersebut merupakan kerja sama Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan perguruan tinggi sains. 

Pouyaud mengatakan, keanekaragaman hayati di Papua sendiri saat ini terancam oleh rencana perluasan lahan perkebunan dan tambang.

Teks oleh Yunanto Wiji Utomo/Kompas.com
Sumber: Kompas.com

Rubah langka ditemukan di Sierra Nevada

Rubah langka ditemukan di Sierra Nevada
U.S. Forest Service
 
Jejak kemunculan 2 rubah merah di hutan di kawasan Sierra Nevada bagian Selatan di Amerika Serikat telah dibenarkan oleh ahli-ahli biologi federal setempat. Spesies rubah ini tergolong langka dan sempat dikira punah.

Gambar pertama terekam pada bulan Agustus lalu di dekat Yosemite National Park. Kemudian kamera kembali merekam dua rubah, laki-laki dan perempuan, di hutan yang berdekatan dengan Stanislaus National Forest pada awal September. 

Para ilmuwan meyakini kedua rubah itu terikat relasi satu sama lain sehingga ditarik hipotesis, dua rubah ini memiliki populasi, bukan sekadar individu-individu tunggal. "Tampaknya rubah jantan punya relasi dengan betina, meski data tak cukup lengkap untuk mengetahui relasinya," ujar ahli biologi satwa liar dari Forest Service, Diane Macfarlane pada The Associated Press.

Sampel DNA juga menunjukkan adanya indikasi serupa. Sampel DNA tersebut diperoleh melalui feses yang terdapat pada beberapa lokasi hewan tersebut terlihat. Adam Rich, seorang ahli biologi untuk Stanislaus National Forest, bekerja sama dengan tim sukarelawan pelajar mengumpulkannya.

Pihak federal kehutanan secara resmi menegaskan bahwa subspesies rubah merah ialah salah satu mamalia paling jarang diketahui serta sulit ditangkap.

Sumber: DailyMe Science

Kanker payudara dapat dicegah dengan pola makan yang benar



Kanker payudara dapat dicegah dengan pola 
makan yang benar
Para peneliti dalam Konferensi Kanker Payudara mengungkapkan bahwa salah satu upaya efektif pencegahan kanker payudara pada wanita adalah dengan pola makan yang baik, secara khusus dengan makan lebih sedikit. Implikasinya, aktivitas fisik pun harus dikurangi.

Sepanjang tahun 1980-an dan 1990-an, kasus kanker payudara meningkatnya seiring dengan kenaikan penderita obesitas dan penggunaan terapi penggantian hormon. Sekitar satu dari delapan wanita berpotensi terkena kanker payudara. Wanita gemuk hingga 60 persen lebih beresiko terkena kanker dibandingkan wanita dengan berat badan normal, seperti pernah dikemukakan sejumlah peneliti Inggris pada 2006 lalu.

Pengobatan yang tepat, diagnosis dini, dan pemindaian mammogram juga dianjurkan. Namun menurut para ahli, fokus bergeser ke perubahan perilaku seperti diet dan aktivitas fisik. Lagipula serangkaian temuan menyebutkan bahwa perubahan gaya hidup seperti merokok, makan, olahraga, dan paparan sinar matahari dapat memiliki efek pada semua jenis kanker.

"Apa yang dapat dicapai dengan pemindaian sudah dicapai. Kita tidak bisa berbuat banyak lagi," kata seorang peneliti dari University of Milan, Carlo La Vecchia kepada The Associated Press. "Maka sudah saatnya bergerak ke hal-hal lain."

Michelle Holmes, seorang ahli kanker di Harvard University, juga berpendapat serupa. Menurutnya, orang salah kaprah dengan berpikir bahwa kanker ada pada gen, bukan tergantung gaya hidup mereka."Gen-gen ini telah ada selama ribuan tahun, tetapi jika tingkat kanker berubah-ubah seumur hidup, tidak banyak kaitannya dengan gen," terangnya lugas.

Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum terjadi pada wanita. Di Eropa, ada sekitar 421,000 kasus baru dan hampir 90,000 kematian pada tahun 2008, yang merupakan data terbaru yang ada. Di Amerika tahun lalu lebih dari 190,000 kasus baru dan 40.000 kematian.

Banyak kanker payudara yang dipicu oleh estrogen, suatu hormon yang dihasilkan di jaringan lemak. Jadi para ahli menduga bahwa seorang wanita gemuk, semakin tinggi produksi estrogennya, makin memicu munculnya kanker payudara. Bahkan pada wanita ramping, olahraga dapat membantu mengurangi resiko kanker dengan mengkonversi lebih banyak lemak tubuh ke otot.

Namun, pembahasan korelasi tentang berat badan dan kanker payudara selalu dimasukkan ke ranah sensitif. Sebagian orang salah menanggapi dan mengira para ahli medis menyalahkan korban karena mengidap kanker payudara. Korban itu sendiri juga bisa merasa bersalah, bertanya-tanya berapa banyak bobot dalam sel kanker mereka sendiri.

Padahal Tara Beaumont, seorang perawat klinis spesialis di Breast Cancer Care, sebuah badan amal Inggris, mengatakan selalu sangat berhati-hati mengeluarkan saran gaya hidup seperti itu. Dia mencatat tiga faktor risiko utama terkena kanker payudara yakni jenis kelamin, usia, dan sejarah keluarga, yang jelas di luar kendali siapa pun.

Namun Karen Benn, juru bicara Europa Donna, seorang yang fokus pada pengobatan kelompok pasien kanker payudara, mengatakan mustahil untuk mengabaikan hubungan kuat antara gaya hidup dan kanker payudara. "Jika kita tahu ada pilihan yang lebih sehat, kita tidak bisa merekomendasikan mereka bukan hanya karena orang mungkin salah menafsirkan nasihat dan merasa bersalah," kata Benn.

Faktor gaya hidup lain seperti merokok dan menghabiskan waktu di bawah sinar matahari telah lama terlibat dalam kanker paru-paru dan melanoma.

Angka-angka statistik yang dikutip dari Badan Internasional untuk Penelitian Kanker menyatakan 25 hingga 30 persen dari kasus kanker payudara dapat dihindari jika perempuan lebih kurus.

Rekomendasi untuk tetap langsing hanya berlaku untuk kanker payudara pada perempuan pasca-menopause, karena tidak ada cukup bukti untuk mengetahui apakah ini berlaku untuk perempuan yang lebih muda.

Mengurangi konsumsi alkohol juga cukup menolong. Perkiraan para ahli, bila meminum lebih dari dua gelas sehari dapat meningkatkan risiko seorang wanita terkena kanker payudara oleh empat sampai 10 persen. Pengurangan asupan dengan mengkonsumsi lebih sedikit lemak dan lebih banyak sayuran akan menurunkan kemungkinan kanker payudara.

Sumber: AP

Fosil bangau putih raksasa ditemukan di Flores


 
Menurut Zoological Journal of the Linnean Society, fosil bangau putih raksasa ditemukan di pulau Flores. Peneliti mengatakan penemuan fosil bangau ini penting untuk mempelajari evolusi manusia purba yang juga ditemukan di pulau ini, Homo floresiensis.

Bangau putih yang diberi nama Leptoptilos robustus itu memiliki tinggi 1,8 meter dan berat hingga 16 kilogram, membuatnya bangau ini paling tinggi dan paling berat di antara spesies bangau lainnya.

Palaeontolog Hanneke Meijer dari National Museum of Natural History di Leiden, Belanda, menemukan fosil ini bersama koleganya Dr Rokus Due dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di Jakarta. Mereka menemukan empat tulang kaki di gua Liang Bua, Pulau Flores. Tulang-tulang ini diyakini merupakan bagian dari seekor bangau yang hidup antara 20.000 hingga 50.000 tahun lalu.

“Saya menyadari tulang-tulang bangau raksasa ini pertama kali di Jakarta, saat mereka disandingkan dengan tulang-tulang yang lebih kecil lainnya. Menemukan burung besar adalah hal biasa di pulau itu. Tapi saya tidak menyangka menemukan bangau putih raksasa,” kata Dr Meijer.

Tidak ada tulang sayap yang ditemukan. Para peneliti menyangka bangau ini jarang atau bahkan tidak pernah terbang. Ukuran dan berat tulang kaki serta ketebalan dinding tulang menunjukkan bangau ini sangat berat sehingga menghabiskan sebagian besar hidupnya di darat.

Penemuan spesies raksasa bukan hal baru di pulau Flores. Para peneliti telah menemukan makhluk-makhluk kerdil, seperti gajah kerdil Stedgodon florensis insularis dan biawak Varanus komodoensis. Di pulau ini pula para ilmuwan menemukan fosil manusia kerdil, Homo floresiensis, yang memiliki tinggi hanya satu meter.

Fenomena perubahan ukuran ini dikenal sebagai faktor pulau serta dipicu beberapa predator yang ada di pulau tersebut. Akibatnya, hewan-hewan yang menjadi mangsa makin kecil, sedangkan  hewan predator semakin besar. “Mamalia yang besar seperti gajah dan primata menunjukkan penurunan ukuran. Sementara mamalia kecil seperti hewan pengerat dan burung ukurannya membesar,” jelas Dr Meijer.

Homo floresiensis ditemukan pada tahun 2004. Sampai saat ini, para peneliti masih memperdebatkan status Homo floresiensis. Ilmuwan masih mepertanyakan apakah manusia kerdil itu yang hidup 12.000 hingga 8.000 tahun yang lalu itu termasuk Homo erectus atau Homo sapiens.

“Status Homo floresiensis menjadi bahan perdebatan semenjak ditemukan. Menurut saya, bangau putih raksasa ini penting untuk memahamai evolusi Homo floresiensis. Ada spekulasi kalau bangau putih raksasa ini memakan Homo floresiensis. Meski tidak ada bukti, kemungkinannya tidak bisa dikesampingkan,” cetus Dr Meijer.

Hingga kini belum jelas mengapa bangau raksasa, gajah kate, dan manusia purba itu punah. “Tapi, kami memiliki beberapa petunjuk. Semua tulang bangau putih raksasa seperti juga gajah kate dan manusia kerdil ditemukan di bawah lapisan tebal debu vulkanik. Kemungkinan ada erupsi gunung api. Kedua, bangau putih raksasa dan makhluk sezamannya punah sebelum manusia modern muncul di gua itu,” pungkas Dr Meijer.

Sumber: BBC