Rabu, 22 Desember 2010

Tabel periodik diperbarui

Tabel periodik diperbarui
 
Tabel periodik yang selama ini dikenal--bahkan sudah dihapal oleh para siswa--akan diperbarui dengan menambah informasi berat atom untuk 10 unsur kimia. 

Perubahan pertama kali dalam sejarah itu perlu diambil karena menurut para ahli kimia dan ahli fisika, berat atom harusnya ditampilkan dalam suatu rentang, bukan angka yang tetap. Tabel periodik yang baru itu akan lebih akurat dalam menggambarkan elemen tersebut di alam. 

Salah satu contoh yang diberikan oleh artikel di Science Daily adalah unsur sulfur. Pada tabel periodik sekarang, sulfur memiliki berat atom 32,065. "Padahal, berat atom sulfur terentang antara 32,059 sampai 32,076, tergantung pada tempat unsur itu berada," jelas artikel tersebut.

Kesepuluh unsur kimia yang akan memperoleh perubahan adalah hidrogen, litium, boron, karbon, nitrogen, oksigen, silikon, sulfur, klorin, dan talium. Tabel baru yang didesain oleh PBB ini akan efektif berlaku pada tahun 2011.


Ganggang jadi bahan bakar pesawat

Ganggang jadi bahan bakar pesawat
Wootz/stock.xchng
 
Profesor Feargal Brennan dan tim peneliti dari Universitas Cranfield, Inggris mengkaji pemakaian ganggang dari jenis tertentu untuk diolah menjadi bahan bakar bagi pesawat terbang. Bila berhasil, artinya bahan bahan bakar nabati yang sangat ramah lingkungan akan dapat diaplikasikan tak hanya pada mobil atau motor tetapi juga di pesawat.

Kandungan karbon yang rendah membuat biofuel unggul dibandingkan bahan bakar biasa. Suatu penerbangan dengan bahan bakar nabati diperkirakan akan mengurangi emisi gas karbondioksida sebanyak sekurang-kurangnya 80 persen. Dan dalam hal biaya, bahan bakar ini sangat ekonomis. 

Ganggang dipilih karena dianggap tidak bersinggungan langsung dengan kapasitas sumber pangan manusia, serta tidak merampas lahan pertanian.

Brennan sendiri yakin bahwa bahan bakar nabati berbahan baku ganggang ini dapat diproduksi secara massal dan komersial dalam empat tahun mendatang. Ganggang memiliki kelebihan dari segi ketersediaan. Dalam setahun saja, panenannya bisa 30 hingga 50 kali panen. 

Sumber: CNN.com

Bagaimana musik pengaruhi aktivitas otak?

Bagaimana musik pengaruhi aktivitas otak?
Dinoflanker/Fotokita.net
 
Mengapa musik tertentu dapat menggugah, sedangkan yang lainnya datar-datar saja?

Ilmuwan dari Florida Atlantic University mengidentifikasi aspek-aspek utama dalam pertunjukan musik yang menyebabkan emosi dengan mempelajari aktivitas otak. 

Para peneliti merekam seorang pianis memainkan Etude in E Major, Op. 10, No. 3, karya Frederic Chopin dengan piano di komputer. Versi ini disebut "performa ekspresif".

Para peneliti juga merekam komposisi yang sama menggunakan komputer, tapi bukan hasil permainan seorang pianis. Versi ini diberi nama "performa mekanik". 

Kedua versi memiliki elemen-elemen musik yang secara rata-rata sama--melodi, harmoni, ritme, tempo, dan kenyaringan. Hanya saja performa ekspresif memiliki perubahan dinamika dalam tempo dan kenyaringan, suatu variasi yang sering digunakan pianis untuk membangkitkan emosi.

Partisipan dalam uji coba ini dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah orang-orang yang berpengalaman dalam dunia musik, meskipun mereka belum tentu musisi profesional. "Mereka adalah orang yang pernah terlibat dalam paduan suara atau bermain untuk sebuah band," ujar Edward Large, peneliti utama dalam penelitian berjudul Dynamic Emotional and Neural Responses to Music Depend on Performance Expression and Listener Experience ini. Kelompok kedua adalah orang-orang tidak berpengalaman dengan musik. 

Peneliti menggunakan pencitraan saraf fMRI, yaitu pencitraan magnetik MRI yang mengukur perubahan dalam aliran darah terkait aktivitas saraf di otak ketika para partisipan mendengarkan kedua versi musik yang disediakan. 

Analisis aktivitas otak dilakukan untuk membandingkan respons atas performa ekspresif dengan performa mekanik. Mereka juga membandingkan respons pendengar berpengalaman dengan yang tidak berpengalaman. Efek perubahan tempo terhadap aktivitas otak juga diperhatikan.

Penelitian dibagi menjadi tiga tahap. Pada tahap pertama, partisipan diminta melaporkan perasaan mereka. Kemudian, lanjut pada tahap kedua, mereka ditempatkan dalam fMRI dan diminta berbaring tanpa bergerak dalam alat pemindai dengan mata tertutup. Partisipan diminta mendengarkan kedua versi musik tanpa melaporkan respons emosional mereka. Setelah fMRI, mereka melaporkan lagi emosi yang dirasakan.

Hasil studi yang dipublikasi PLoS One ini membenarkan hipotesis bahwa musik yang dimainkan secara ekspresif oleh manusia memicu emosi dan memicu aktivitas saraf tertentu pada otak. Selain itu, pendengar yang punya pengalaman mengalami peningkatan aktivitas di pusat emosi pada otak.

Hasil penelitian menunjukkan aktivitas saraf yang mengikuti nuansa pertunjukan musik secara langsung. Aktivitas tersebut muncul di bagian otak yang mengatur gerak motorik untuk mengikuti irama musik. Aktivasi bagian sistem saraf cermin, sistem yang pegang peran penting dalam memahami dan meniru tindakan, juga terjadi.

“Sebelumnya, sudah diteorikan bahwa sistem syaraf cermin memberi mekanisme di mana pendengar merasakan emosi penampil (musisi), membuat komunikasi musikal menjadi bentuk empati. Hasil kami cenderung mendukung hipotesis itu,” ujar Large.

Sumber: Science Daily

Erupsi Merapi jadi sumber inspirasi penelitian & pengetahuan

Erupsi Merapi jadi sumber inspirasi penelitian & pengetahuan
Godek Apotas/Fotokita.net
 
Erupsi Merapi menjadi sumber inspirasi penelitian dan pengetahuan baru. Setidaknya, sudah ada 15 penelitian terkait erupsi Merapi yang dilakukan oleh sejumlah akademisi Universitas Gadjah Mada.

Ketua Pusat Studi Bencana Alam UGM Junun Sartohadi mengatakan, penelitian-penelitian yang telah dihasilkan terdiri dari enam bidang, yaitu bahaya Merapi, tanggap darurat, menghidupkan kembali masyarakat sekitar Puncak Merapi, tata ruang kawasan Merapi, dan persiapan untuk menghadapi erupsi selanjutnya.

"Penelitian-penelitian ini awalnya dari penelitian pribadi rekan-rekan di UGM yang kemudian disatukan dalam satu forum agar bisa saling melengkapi," katanya di sela-sela Lokakarya Tanggap Bencana Merapi yang diselenggarakan oleh UGM di Yogyakarta, Rabu (22/12).

Secara terpisah, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Surono mengatakan, Gunung Merapi mempunyai potensi sebagai laboratorium alam. Berbagai pengetahuan masih tersimpan dari alam dan kehidupan masyarakat di sekitar Puncak Merapi. "Perguruan tinggi di sekitarnya perlu segera menggali potensi tersebut sebelum didahului negara lain," tegas Surono.

Erupsi Merapi yang lalu, yang diperkirakan terbesar selama 100 tahun terakhir, juga menunjukkan bahwa keyakinan masyarakat setempat perlu selalu diseimbangkan dengan pengetahuan ilmiah. Selama ini, masyarakat di daerah Merapi berpegang teguh pada keyakinan itu. "Tapi, erupsi tahun ini menyadarkan bahwa keyakinan tumbuh dari pengalaman masyarakat dan masih perlu diadaptasi dengan pengetahuan ilmiah," ujarnya. (Latief)
Sumber: Kompas.com

Tikus berkicau hasil rekayasa genetika

Tikus berkicau hasil rekayasa genetika
Bas van de Wiel/stock.xchng
 
Ilmuwan di Jepang melakukan rekayasa genetika sehingga tikus percobaan di laboratorium mereka bisa berkicau seperti burung. Bagaimana penemuan ini bisa membantu memahami asal mula bahasa manusia?

Tim peneliti dari University of Osaka tersebut mengaku sudah melakukan persilangan gen pada tikus-tikus beberapa generasi. Setiap tikus yang lahir diperiksa satu per satu untuk menemukan perbedaan. "Suatu hari kami menemukan tikus yang 'bernyanyi' seperti burung," kata Arikumi Uchimura yang memimpin studi. Tim Uchimura mengaku terkejut. "Kami cuma mengharapkan perbedaan fisik," katanya lewat telepon kepada Discovery News. Saat ini mereka memiliki 100 tikus yang bisa berkicau untuk penelitian lanjutan.

Video tikus itu dapat dilihat di http://youtu.be/yLu37VvCozw.

Uchimura dan timnya berharap bisa menemukan petunjuk mengenai evolusi bahasa manusia. Di beberapa negara, ada penelitian-penelitian yang mempelajari suara burung, seperti burung pipit, untuk membantu menemukan asal mula bahasa manusia. Uchimura menganggap penelitian menggunakan tikus lebih baik daripada burung. "Tikus adalah mamalia. Struktur otaknya lebih mirip dengan manusia," jelasnya.

Peneliti di Osaka mencari tahu efek tikus berkicau tersebut pada tikus normal dengan menempatkan tikus hasil rekayasa genetika itu di grup tikus normal. Hasilnya, tikus normal yang tumbuh bersama tikus berkicau lebih sedikit mengeluarkan suara ultrasonik. Ini bukti kalau metode komunikasi menyebar dalam grup, seperti logat.

Tikus berkicau bersuara lebih keras ketika diletakkan pada lingkungan baru atau ketika tikus jantan diletakkan satu tempat dengan tikus betina. "Mungkin ungkapan emosi atau kondisi tubuh tertentu," Uchimura menerka.

Uchimura berharap ada evolusi tikus lewat rekayasa ini. "Saya tahu ini konyol, tapi saya berharap membuat Mickey Mouse suatu hari nanti," Uchimura menegaskan cita-citanya.

Sumber: Discovery News