KOMPAS IMAGES/DHONI SETIAWAN
Karyawan menghias pohon natal dari bahan plastik sebelum dijual di ITC Mangga Dua, Jakarta Utara, Sabtu (11/12/2010). Berbagai pernak-pernik Natal seperti boneka, hiasan pohon natal dan pohon natal plastik dijual mulai Rp 20.000 hingga Rp 11 juta. Johnson menciptakan pohon natal tersebut tepat 128 tahun lalu, tanggal 22 Desember 1882. Ia membuatnya dengan melilitkan 80 lampu bohlam berwarna merah, putih, dan biru yang telah dirangkai dengan kabel pada pohon cemara.
Hasil ciptaan Johnson pertama kali dipajang di rumahnya di kawasan Fifth Avenue, New York, Amerika Serikat. Surat kabar Detroit Post dan Tribune melaporkan hasil ciptaan tersebut. Dan, kini Johnson dikenal sebagai "Bapak Pohon Natal Berlampu"
Johnson lahir pada 4 Januari 1846 dan meninggal pada 9 September 1917. Ia adalah penemu dan rekan bisnis Thomas Alva Edison serta pernah terlibat dalam pengelolaan organisasi yang kini berkembang menjadi General Electric.
Perkembangan Pohon Natal
Sejak temuan Johnson, penggunaan pohon natal berlampu terus berkembang. Tahun 1895, Presiden AS Grover Cleveland mulai menggunakan lampu untuk menghias pohon natal yang diletakkannya di Gedung Putih.
Mendekati akhir 1800-an, General Electric menawarkan lampu bohlam kecil yang harus repot-repot dirangkai bersama hingga bisa digunakan. Saking repotnya, orang sampai harus menyewa wireman untuk merangkainya.
Tahun 1900, toko-toko besar di Amerika mulai memajang pohon natal berhiaskan lampu untuk menarik konsumen. Kalangan high end mulai menggelar pesta pohon natal yang berbiaya tinggi. Pohon natalnya saja berharga lebih kurang 2.000 dollar AS atau sekitar 19 juta rupiah.
Nah, pada tahun 1903, The American Eveready Co mengeluarkan edisi rangkaian lampu natal yang siap di-instal. Setiap lampu bohlam telah dilengkapi sekrup dan pohon natalnya pun dilengkapi stop kontak yang langsung bisa dicolok listrik.
Dari Lilin ke Listrik
Sebelum temuan Edward Johnson, orang sebenarnya telah menggunakan lilin untuk menerangi pohon natal. Lilin dilekatkan pada ujung pohon dengan pin atau wax. Penggunaannya sangat rawan kebakaran.
Adanya tragedi kebakaran akibat penggunaan lilin di pohon natal pada tahun 1917 membuat seorang remaja berusia 15 tahun bernama Albert Saddaca tergerak. Ia mengatakan kepada orang tuanya, lebih baik menggunakan lampu untuk hiasan natal.
Setelah menggunakannya, keluarga Saddaca pun memulai bisnis menjual rangkaian lampu natal. Tak begitu mulus awalnya sebab hanya terjual 100 unit setahun. Namun, setelah keluarga itu memodifikasinya dengan lampu warna, penjualan pun meningkat.
Masyarakat pun mulai marak menggunakan pohon natal berlampu. Jika sebelumnya masyarakat baru menyalakan pohon natal sehari sebelumnya karena takut kebakaran, kini masyarakat sudah mulai menyalakannya pada awal Desember.
Kini, pohon natal menjadi semakin megah. Memasuki bulan Desember, setiap mal berlomba menampilkan hiasan natal terbaik, termasuk di dalamnya pohon natal yang kadang berukuran raksasa.
www.ideafinder.com
Hasil ciptaan Johnson pertama kali dipajang di rumahnya di kawasan Fifth Avenue, New York, Amerika Serikat. Surat kabar Detroit Post dan Tribune melaporkan hasil ciptaan tersebut. Dan, kini Johnson dikenal sebagai "Bapak Pohon Natal Berlampu"
Johnson lahir pada 4 Januari 1846 dan meninggal pada 9 September 1917. Ia adalah penemu dan rekan bisnis Thomas Alva Edison serta pernah terlibat dalam pengelolaan organisasi yang kini berkembang menjadi General Electric.
Perkembangan Pohon Natal
Sejak temuan Johnson, penggunaan pohon natal berlampu terus berkembang. Tahun 1895, Presiden AS Grover Cleveland mulai menggunakan lampu untuk menghias pohon natal yang diletakkannya di Gedung Putih.
Mendekati akhir 1800-an, General Electric menawarkan lampu bohlam kecil yang harus repot-repot dirangkai bersama hingga bisa digunakan. Saking repotnya, orang sampai harus menyewa wireman untuk merangkainya.
Tahun 1900, toko-toko besar di Amerika mulai memajang pohon natal berhiaskan lampu untuk menarik konsumen. Kalangan high end mulai menggelar pesta pohon natal yang berbiaya tinggi. Pohon natalnya saja berharga lebih kurang 2.000 dollar AS atau sekitar 19 juta rupiah.
Nah, pada tahun 1903, The American Eveready Co mengeluarkan edisi rangkaian lampu natal yang siap di-instal. Setiap lampu bohlam telah dilengkapi sekrup dan pohon natalnya pun dilengkapi stop kontak yang langsung bisa dicolok listrik.
Dari Lilin ke Listrik
Sebelum temuan Edward Johnson, orang sebenarnya telah menggunakan lilin untuk menerangi pohon natal. Lilin dilekatkan pada ujung pohon dengan pin atau wax. Penggunaannya sangat rawan kebakaran.
Adanya tragedi kebakaran akibat penggunaan lilin di pohon natal pada tahun 1917 membuat seorang remaja berusia 15 tahun bernama Albert Saddaca tergerak. Ia mengatakan kepada orang tuanya, lebih baik menggunakan lampu untuk hiasan natal.
Setelah menggunakannya, keluarga Saddaca pun memulai bisnis menjual rangkaian lampu natal. Tak begitu mulus awalnya sebab hanya terjual 100 unit setahun. Namun, setelah keluarga itu memodifikasinya dengan lampu warna, penjualan pun meningkat.
Masyarakat pun mulai marak menggunakan pohon natal berlampu. Jika sebelumnya masyarakat baru menyalakan pohon natal sehari sebelumnya karena takut kebakaran, kini masyarakat sudah mulai menyalakannya pada awal Desember.
Kini, pohon natal menjadi semakin megah. Memasuki bulan Desember, setiap mal berlomba menampilkan hiasan natal terbaik, termasuk di dalamnya pohon natal yang kadang berukuran raksasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar