Banjir yang baru-baru ini terjadi di Queensland, Australia, merupakan banjir terparah di negara itu, setidaknya dalam tiga dekade terakhir. Para ilmuwan mengutarakan bahwa banjir ini sangat mungkin memiliki keterkaitan dampak dengan perubahan iklim akibat pemanasan global.
Meski demikian, masih terlalu dini pula untuk menarik kesimpulan banjir tsunami disebabkan badai La Nina dengan pola yang lebih intens daripada biasanya.
Seperti disampaikan oleh Kepala Divisi Monitor dan Prediksi Iklim dari Australia Bureau of Meteorology di Melbourne, David Jones, "Pertama-tama, dapat kita katakan La Nina dan El Nino terjadi di Bumi yang makin panas. Polanya akan berbeda dengan pola biasa."
Jones berkata, dengan adanya perubahan iklim diduga fenomena La Nina menjadi berbeda."La Nina bisa jadi faktor penyebab banjir yang lebih parah karena hujan pun lebih buruk," katanya pada Reuters.
Dalam setahun belakangan temperatur di permukaan laut juga mencapai rekor paling hangat untuk kawasan Australia, dan kelembaban udara termasuk yang tertinggi untuk kawasan Australia bagian timur.
Sedangkan ahli iklim terkenal Amerika, Kevin Trenberth menegaskan, benar fenomena beberapa La Nina dan El Nino teraktual, terutama yang di Asia, menunjukkan gejala-gejala berbeda. Dan hal ini oleh karena faktor perubahan iklim secara global. Namun untuk menyepakati apakah pola baru ini akan memperburuk keadaan, ilmuwan masih berdebat.
Banjir rusak kota-kota
Guyuran hujan lebat yang berujung banjir merendam sekitar 30 ribu rumah di Queensland semenjak bulan lalu. Ibukota Queensland, yakni Brisbane, lumpuh total. Sampai saat ini, tercatat 19 korban tewas serta ribuan orang lainnya mengungsi.
Kota berpenduduk dua juta jiwa tersebut menjadi kota terakhir yang tergenang banjir di area Queensland. Sebelumnya, hujan deras mengubah tiga perempat wilayah Queensland menjadi zona bencana yang skalanya dua kali lebih besar daripada ukuran negara bagian Texas di Amerika Serikat.
Puluhan ribu rumah juga tidak mendapat suplai listrik. Lebih dari 50 kawasan di pinggir kota dan jalan-jalan terendam setelah Sungai Brisbane turut meluap. Tanggul sungai jebol sejak hari Selasa (11/1) karena tidak mampu menahan luapan banjir. Elevasi atau ketinggian air di sungai tersebut disinyalir akan terus bertambah setelah kemarin telah mencapai lima meter.
Untuk sementara, kantor berita Reuters melaporkan perkiraan kerugian akibat banjir sebesar 5 milir dolar. Wartawan BBC di Brisbane Phil Mercer melaporkan, kota itu kini harus melakukan perbaikan infrastruktur besar-besaran. Bahkan sebagian korban banjir kemungkinan besar tidak bisa kembali ke tempat tinggal mereka.
Banjir juga mempengaruhi industri batu bara, di Australia maupun di pasar internasional, karena banyak tambang batu bara di Queensland yang terkena genangan air. Harga batu bara dilaporkan mengalami lonjakan tak lama setelah terjadinya banjir. (BBC/Reuters/NY Times)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar