Oleh Alex Pangestu | Jumat, 22 Oktober 2010 | antariksa
Pesawat NASA yang jatuh di salah satu kawah di bulan mendapati perak dan merkuri dalam jumlah yang lebih besar ketimbang temuan yang dulu. Konsentrasi perak dan merkuri itu didapati di tempat reruntuhan pesawat, di kutub selatan bulan yang dikenal dengan nama Cabeus. Menurut astronom, temuan ini memberi petunjuk bagaimana air bisa ada di bulan dan berkumpul di bagian kutub.
Bulan bisa tertabrak oleh benda-benda angkasa lain. Ketika terjadi, metal diuapkan dengan mudah. Uap itu, atom demi atom, bergerak menuju ke daerah kutub yang dingin. Ketika tiba di tempat yang lebih dingin, uap berubah bentuk menjadi cairan.
Peter Schultz, pemimpin studi dari Brown University, Rhode Island, Amerika Serikat, menyebutkan kalau perak seperti pelacak. "Perak memberikan informasi kalau air di bulan berasal dari komet dan asteroid yang menabrak bulan," kata Schultz.
Pesawat NASA yang jatuh itu merupakan bagian dari misi LCROSS. NASA mengirim pesawat yang membawa roket Centaur untuk menghantam kawah di bagian selatan yang selalu gelap. Kapal pembawa roket itu lalu merekam kejadian tabrakan sebelum menabrakan diri ke bulan.
Roket tersebut menghasilkan kawah baru selebar 30 meter dan mengirimkan 6.000 kilogram debu, uap, dan puing ke angkasa. Para penyidik yang terlibat dalam misi LCROSS mendapati 155 kilogram air dan es dikeluarkan pada saat tabrakan. Mereka memercayai masih ada 5 hingga 8 persen dari sisa material di kawah merupakan es dari air.
Hasil studi Schultz yang terpisah dari misi LCROSS mendapati perak dan merkuri berikut senyawa lain yang mudah menguap, seperti hidrokarbon, molekul yang membawa sulfur, dan karbondioksida.
Studi lebih lanjut mengenai senyawa-senyawa dan jumlahnya di bulan ini bisa jadi informasi baru tentang sejarah tata surya, demikian menurut Schultz. "Kita mencari petunjuk mengenai perubahan iklim dengan mengambil contoh atmosfer masa lalu di Antartika. Es pada bulan bukan hanya memberi kita petunjuk tentang sejarah di Bumi, melainkan memberi tahu kita tentang sejarah tata surya," ujar Schultz.
Foto: NASA
Bulan bisa tertabrak oleh benda-benda angkasa lain. Ketika terjadi, metal diuapkan dengan mudah. Uap itu, atom demi atom, bergerak menuju ke daerah kutub yang dingin. Ketika tiba di tempat yang lebih dingin, uap berubah bentuk menjadi cairan.
Peter Schultz, pemimpin studi dari Brown University, Rhode Island, Amerika Serikat, menyebutkan kalau perak seperti pelacak. "Perak memberikan informasi kalau air di bulan berasal dari komet dan asteroid yang menabrak bulan," kata Schultz.
Pesawat NASA yang jatuh itu merupakan bagian dari misi LCROSS. NASA mengirim pesawat yang membawa roket Centaur untuk menghantam kawah di bagian selatan yang selalu gelap. Kapal pembawa roket itu lalu merekam kejadian tabrakan sebelum menabrakan diri ke bulan.
Roket tersebut menghasilkan kawah baru selebar 30 meter dan mengirimkan 6.000 kilogram debu, uap, dan puing ke angkasa. Para penyidik yang terlibat dalam misi LCROSS mendapati 155 kilogram air dan es dikeluarkan pada saat tabrakan. Mereka memercayai masih ada 5 hingga 8 persen dari sisa material di kawah merupakan es dari air.
Hasil studi Schultz yang terpisah dari misi LCROSS mendapati perak dan merkuri berikut senyawa lain yang mudah menguap, seperti hidrokarbon, molekul yang membawa sulfur, dan karbondioksida.
Studi lebih lanjut mengenai senyawa-senyawa dan jumlahnya di bulan ini bisa jadi informasi baru tentang sejarah tata surya, demikian menurut Schultz. "Kita mencari petunjuk mengenai perubahan iklim dengan mengambil contoh atmosfer masa lalu di Antartika. Es pada bulan bukan hanya memberi kita petunjuk tentang sejarah di Bumi, melainkan memberi tahu kita tentang sejarah tata surya," ujar Schultz.
Foto: NASA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar